Ringkasan eksekutif
Di level kebijakan kota, angka 350.000 rupiah per ton (termasuk PPN 11%) tetap layak sebagai payung untuk layanan residu thermal—menutup CAPEX+OPEX dan menjaga bankability lintas lokasi/operator. Namun, pada site yang dominan organik dan dioperasikan dengan biodigester, tarif seharusnya lebih rendah lewat tarif campuran: organik → biodigester, residu → thermal. Dengan skema bagi hasil biodigester sebesar ±200.000 rupiah/ton organik, tarif rata-rata kota akan turun proporsional mengikuti komposisi sampah.

Latar belakang kebijakan dan angka kunci
Hasil studi kajian teknologi thermal di Kota Bandung menetapkan angka tipping fee di Rp350.000/ton (PPN 11% termasuk) sebagai rekomendasi, dengan dasar SSH sebelum PPN Rp315.315/ton. Tipping mencakup CAPEX (perizinan, DED, bangunan, mesin, instalasi, alat penunjang) dan OPEX (tenaga kerja, listrik/BBM, penanganan fly ash & bottom ash, pemeliharaan, monitoring, sewa/PBB). LCCA digunakan sebagai kerangka evaluasi biaya siklus hidup; kapasitas minimal ≥20 ton/hari/lokasi menjadi prasyarat layanan.

Realitas lapangan: ekosistem sirkular + biodigester (TPST X)
Analisis 7 skenario di TPST X menunjukkan hanya Skenario 7 (ekosistem + biodigester) yang lolos finansial: NPV positif, IRR ±27,22%, payback ±3,67 tahun, dengan batas minimal feeding biodigester 10 ton/hari (≈20 ton/hari total sampah). Pada rancangan bisnisnya, investor biodigester menerima bagi hasil tipping organik Rp200.000/ton. Temuan ini menegaskan biaya pengolahan organik tidak identik dengan residu thermal.

Konsekuensi terhadap perumusan tarif

  1. Tarif payung kota (residu thermal): pertahankan Rp350.000/ton (inkl. PPN) sebagai baseline kebijakan, dengan dasar SSH Rp315.315/ton dan spesifikasi teknis pada dokumen pengadaan. Ini melindungi layanan residu dan menjaga kelayakan operator pada fasilitas thermal.
  2. Tarif organik (biodigester): gunakan Rp200.000/ton organik sesuai skema bagi hasil investasi biodigester pada rancangan TPST X.
  3. Tarif campuran (blended): terapkan formula berbobot komposisi aktual:
    Tarif_rata-rata = p_organik×200.000 + p_residu×350.000, dengan p_organik + p_residu = 1.
    Contoh ilustratif: 60% organik → ≈Rp260.000/ton; 70% organik → ≈Rp245.000/ton; 80% organik → ≈Rp230.000/ton.
    (Angka contoh mengikuti skema di dokumen biodigester & baseline thermal; komposisi riil ditetapkan dari timbangan & uji komposisi periodik.)

Catatan pembacaan angka kelayakan
Di Skenario 7, revenue proyek ≈Rp186,9 juta/bulan. Jika diasumsikan operasi 20 ton/hari (≥10 ton/hari organik) selama ±30 hari, total ≈600 ton/bulan; ekuivalen “tipping-only” ≈ Rp311.500/ton (186,9 juta ÷ 600 ton)—sebelum dikurangi kontribusi pendapatan sirkular lainnya. Artinya, semakin besar bagian organik yang diproses biodigester dan semakin kuat pasar produk sirkular, semakin rendah kebutuhan top-up tipping dari pemerintah.

Rancangan kontrak yang disarankan (berbasis kinerja)
Skema volumetrik: target minimal ≥10 ton/hari organik (prasyarat teknis biodigester) dan ≥20 ton/hari total feed; terdapat top-up bila target volume/pasar produk sirkular tidak tercapai, dan claw-back bila melebihi target.
Eskalasi & proteksi finansial: indeksasi biaya (listrik/BBM/UMK) dan eskalasi tipping tahunan yang wajar; pasang floor DSCR > 1 dan evaluasi tahunan terhadap komposisi sampah (validasi p_organik/p_residu).
Pengukuran & verifikasi (MRV): wajib jembatan timbang/sensor volume pada pintu masuk; audit komposisi triwulanan; pelaporan side-income terverifikasi untuk perhitungan penyesuaian tipping.

Langkah implementasi bertahap
Tahap kebijakan: tetapkan dua koridor tarif di SSH/Perwal—residu thermal (Rp350.000/ton inkl. PPN; SSH Rp315.315/ton) dan organik biodigester (Rp200.000/ton)—serta mekanisme blended otomatis berbasis komposisi.
Tahap pilot site: pilih lokasi dengan pasokan organik stabil (pasar, permukiman padat), amankan offtaker kompos/BSF/RDF, dan capai ≥20 ton/hari. Pastikan dashboard monitoring aktif sejak hari pertama.
Skala penuh: perluas ke beberapa TPS prioritas; lakukan evaluasi tahunan untuk menyesuaikan porsi organik/residu dan parameter finansial.

Penutup
Menghadapi dominasi fraksi organik di Bandung, tarif tunggal 350 ribu/ton tidak mencerminkan biaya riil pada site yang mengandalkan biodigester. Solusinya adalah tarif campuran: Rp200 ribu/ton untuk organik (biodigester) dan Rp350 ribu/ton untuk residu thermal, dibobot berdasarkan komposisi yang terukur. Pendekatan ini menurunkan beban APBD tanpa mengorbankan keberlanjutan layanan residu dan tetap konsisten dengan kerangka LCCA serta standar kelayakan finansial kota.


Sumber: Kajian internal penghitungan tipping fee thermal Bandung (Maret 2025) dan analisis kelayakan TPST X (ekosistem sirkular + biodigester).

 Save as PDF